Makan Bersama

Gaya Makan Sang Karateka

gaya-makan-sang-karateka

Kesehariannya diwarnai dengan kesibukan latihan, namun Sandi Wirawan tidak pernah lupa menjaga pola makannya. Apa, sih, makanan favorit atlet karate nasional ini?

Berawal dari iseng karena sewaktu kecil sering diajak sang ayah untuk latihan karate, Sandi Wirawan akhirnya tertarik mendalami seni bela diri asal Jepang ini. Tidak main-main, ia telah menorehkan beberapa prestasi, seperti Juara 1 pada Malaysia Silent Knight 2009 dan Juara 1 Malaysia Milo Cup 2010.

Di sela-sela persiapan latihannya untuk berbagai kejuaraan karate, pria yang sedang menempuh pendidikan di Universitas Indonesia ini meluangkan waktunya untuk berbincang dengan Rasamasa. Baik tentang karier maupun makanan kegemarannya.

Karateka itu cita-cita atau karena disuruh orangtua?

Ayah saya memang penyuka segala jenis olahraga, tapi bukan atlet nasional. Ia sepertinya lebih suka jika anak-anaknya kelak jadi atlet. Waktu kecil, saya, dan dua saudara saya diceburkan ke karate. Tapi, yang bertahan cuma saya. Waktu itu, belum ada cita-cita jadi atlet karate karena di lingkungan rumah juga semua suka main sepakbola. Namun, setelah ikut karate selama setahun, saya tertarik untuk latihan lebih lanjut.

Seperti apa pengalaman jadi atlet karate?

Tahun 1999 saya resmi jadi atlet dan mulai ikut pertandingan. Waktu itu, saya berhasil meraih Juara 3 untuk Piala Gubernur Jakarta. Yang namanya atlet pasti rentan cedera dan pasti pernah mengalaminya. Cedera paling parah itu ketika siku kiri dan kaki saya bengkak. Butuh satu setengah bulan untuk pulih dan ikut kejuaran lagi.

Bagaimana dengan pola makan? Apakah ketat seperti para atlet umumnya?

Idealnya pola makan memang harus dijaga. Minimal harus menganut prinsip 4 Sehat 5 Sempurna. Tapi, lagi-lagi, tidak tertutup kemungkinan atlet makan apa yang ia suka, yang mungkin jauh dari pola makan sempurna. Intinya, seorang atlet perlu tahu apa yang dimakan dan berapa kalori yang dikonsumsi. Dari situ, ia bisa menentukan porsi latihan yang akan dijalani.

Makanan apa yang paling sulit Anda hindari?

Saya paling enggak bisa nolak pecel ayam, pecel lele, dan segala macam gorengan. Iya, sih, gorengan tidak bagus, apalagi untuk atlet. Kadar minyaknya tidak baik. Tapi, hidup ini, ‘kan, singkat. Jadi, selama masih ada kesempatan ya diambil saja. Prinsipnya, asal jangan berlebihan.

Bisa masak?

Bisa, tapi seadanya saja. Saya lebih banyak beli di luar. Memang agak repot kalau beli di luar karena tidak tahu kandungan yang ada di dalam makanan. Kalau di Jepang, semua sudah ada informasinya. Selama ini, saya pakai metode kira-kira kalau beli makanan di luar. Selain itu, teori saya, kalau makannya banyak, latihannya juga harus keras. Yang disebut latihan keras itu yang butuh 4.000 kalori.

Anda mengonsumsi vitamin dan suplemen?

Sesekali, iya. Namun, saya tetap berusaha mencari yang sifatnya natural, karena vitamin dan suplemen dalam bentuk tablet tetap mengandung bahan kimia. Saya sering mengonsumsi minuman herbal racikan dari telur, madu, dan teh untuk menjaga stamina.

Menurut Anda, sejauh mana perkembangan karate di negeri kita?

Sampai saat ini, Indonesia masih merajai di Asean. Sementara di Asia atau dunia, karate masih dikuasai oleh Jepang, Uni Emirat Arab, dan Eropa. Namun, banyak atlet kita yang jadi juara di kejuaraan dunia.Yang sangat diperlukan dalam olahraga ini adalah pembinaan dan regenerasi, khususnya di daerah-daerah yang jarang terjangkau hiruk-pikuk pusat.Sejauh ini, pemerintah sudah mendukung dengan memasukkan karate sebagai salah satu ekstra kurikuler anak-anak Sekolah Dasar. Diknas juga mendukung. Sedangkan untuk lembaga, menurut saya bank BRI termasuk bapak asuh karate yang cukup mendukung perkembangan olahraga ini di Indonesia.