Dari Redaksi

Masak Besar

masak-besar

Lebaran memang sudah berakhir, namun ragam makanan di rumah masih banyak dan tertata rapi di meja, bahkan ada sebagian di simpan di kamar. Kalau melihat banyaknya makanan di rumah seperti ini, kami pasti teringat pada Bapak.

Bapak suka sekali nyemil sambil nonton TV. Namun, lebaran kali ini, Bapak sudah tidak ada bersama kami, beliau sudah dipanggil Tuhan. Jadi, ragam makanan yang banyak ini harus kami habiskan bersama.

Sebenarnya tidak hanya saat lebaran saja makanan di rumah berlimpah. Hampir tiap hari makanan selalu berlimpah di rumah. Ada dua alasan untuk itu, pertama, di rumah ada 8 orang anggota keluarga. Kedua, supaya bisa diberikan ke orang lain. Point kedua inilah yang membuat saya teringat saat masih kecil. Saya pernah menangis gara-gara tidak dikasih makanan oleh teman sepermainan yang rumahnya di sebelah rumah saya. Saat mama datang, mama langsung bilang jika mama akan membuat jajanan yang banyak biar saya tidak menangis lagi. Dan, benar saja, sesampainya di rumah, mama memasak ragam makanan dengan porsi besar.

Sampai sekarangpun, mama pasti selalu memasak dalam porsi besar. Karena dengan porsi yang besar itu, selain keluarga yang makan, bisa juga dibagikan ke para tetangga. Begitu pula lebaran saat ini, mama tetap membuat masakan dengan porsi besar. Sampai-sampai ada tetangga yang bilang “Kaya dwegawe bae, ngadug-ngadug masake ( seperti mau hajatan saja, masaknya banyak )”.

Sejak kecil mama memang sudah familiar dengan dapur. Hampir semua masakan dibuat sendiri, sebisa mungkin tidak membeli masakan dari luar. Beberapa masakan mama terbit di portal www.rasamasa.com seperti, kastengel dan sayur serai. Kastengel bisa dilihat di http://localhost:81/rasamasa_live/resep/kastengel/. Sayur serai dapat dilihat di http://localhost:81/rasamasa_live/resep/sayur-serai/. Karena keahlian memasak mama ini, kalau ada hajatan di kampung, mama pasti selalu dimintai tolong untuk membantu memasak hidangan untuk dibawa pulang oleh tamu undangan.

Setelah saya besar dan tinggal di Jakarta, saya sempat menghadiri beberapa hajatan teman. Saya perhatikan hajatannya pasti menggunakan catering. Saya sendiri saat di kampong, lebih familiar dengan hajatan yang masak besarnya dilakukan sendiri, dalam arti si pemilik hajatan yang memasak.

Saat adik saya sunat, misalnya, selain para ayah yang membangun tenda, para ibu mulai dari saudara hingga tetangga datang untuk membantu. Tradisi hajatan di kampung memang beda, para undangan yang datang hajatan membawa beras 2 atau 3 liter. Setelah itu, mereka akan duduk sebentar sambil memakan hidangan yang disajikan oleh tuan rumah. Seperti, dodol, rengginang, peyek, keripik pisang, kembang goyang, hingga sagon bubuk atau kacang kulit sangrai. Saat mereka pulang, keranjang berisi beras tadi, akan diisi dengan masakan yang sudah matang, seperti nasi, sambal goreng kentang, telur rebus, tempe, dan tahu goreng. Dalam satu hari ratusan orang datang, jadi bagi para ibu yang memasak di dapur pun sudah siap dari subuh hingga selesai sekitar pukul 10 malam.

Masak besar dirumah memang tidak untuk hajatan, namun mama selalu masak dalam jumlah besar. Saat saya tanya kenapa masak banyak, mama bilang untuk mengantar ke saudara-saudara dan para tetangga yang sudah mengantarkan makanan juga ke rumah. Sehingga kita dapat bersyukur atas kelebihan yang bisa dinikmati bersama-sama.