Merayakan Idul Fitri Dengan Cinta

Memori hari raya lebaran di masa kecil dulu sangatlah berharga, sehingga terus ada dalam ingatan saya...
Bagaimana tidak, pada malam terakhir di bulan puasa, saya dan anak-anak kecil lain ikut dalam rombongan merayakan malam takbiran. Kami berjalan berkeliling area rumah sembari membawa bedug dan kembang api. Serempak suara kecil kami meneriakkan, “Selamat Lebaran, Selamat Hari Raya!”
Esok paginya, teman-teman sepermainan saya yang merayakan hari kemenangan itu berbondong-bondong datang ke rumah saya, membawa panganan dan kue-kue kecil bikinan sendiri. Saking banyaknya antaran makanan yang terkumpul, Ibu sampai tidak perlu masak berhari-hari. Belum lagi jika saya ikut Ibu ke arisan sesama teman-teman keguruannya, yang berlangsung selama masa lebaran. Pulangnya saya masih dibekali kudapan lebaran.
Demikian juga pada hari Natal. Sudah jadi kebiasaan bagi saya, kakak, dan kedua abang saya untuk merakit lampion sesuai selera pada malam menjelang Natal. Teman-teman kami pun akan berkumpul di teras rumah. Kami lalu menyalakan lilin, menyusunnya di berbagai tempat sesuka hati, sementara lampion digantung di plafon teras. Pemandangan luar rumah pada malam hari dipenuhi binar-binar cahaya lilin dan lampion yang bergoyang-goyan ditiup angin, mengajak orang-orang untuk duduk bercengkerama dan saling bersalaman.
Paginya, saya bertugas membagikan makanan pada tetangga yang tidak merayakan Natal. Makanan-makanan antaran itu telah ditata oleh Ibu dalam rantang kaleng yang dibungkus kain flanel. Untuk menuju rumah sahabat keluarga yang cukup jauh, abang saya akan meminjamkan sepeda balap bututnya pada saya.
Setelah dewasa, tradisi berbagi kasih di hari raya saya rasakan dengan cara yang jauh berbeda, misalnya dengan mengirim pesan melaluli media sosial.Banyak alasan yang mewajarkan perubahan ini. Sebagian orang menjadikannya sebagai pilihan, sebagian lain masih melakukan cara yang tak jauh berbeda dengan dulu. Tak ada yang salah dengan caranya, karena semua beranjak dari niat tulus untuk mengekspresikan kegembiraan dan menyampaikan salam pada sahabat yang punya keyakinan berbeda.
Hari Natal tahun lalu rasanya kurang afdol buat saya. Untuk menjamu keluarga, teman, dan tetangga yang berkunjung, saya lebih memilih membeli makanan dan camilan dari restoran. Sebenarnya, sempat tebersit untuk mengolah makanan sendiri, seperti Ibu yang selalu penuh semangat mencicil persiapan memasak rendang, ketupat, bihun goreng, lontong medan, keripik bayam, kue bawang, kembang goyang, kacang bawang dan bermacam kue lainnya, untuk disajikan bagi keluarga, teman dan tetangga yang main ke rumah. Situasi yang terbatas membuat saya akhirnya memilih cara yang lebih praktis. Meski apa pun bentuk dan caranya, pesan rukun kebersamaan yang diusung tidak lekang dan tidak luntur.
Lebaran tahun ini, saya ingin perayaan yang sangat spesial. Selain berdekatan dengan ulang tahun kedua, anak perempuan saya, Sasha, hari raya ini juga berdekatan dengan pesta demokrasi Indonesia yang merayakan presiden terpilih. Serta-merta, ada benang merah yang saya tarik untuk seluruh momen ini: pesta rakyat untuk kepala negara yang baru dan perayaan ulang tahun Sasha akan dibalut dalam hari kemenangan eid al fitr. Tak terbayangkan betapa gegap gempitanya luapan rasa cinta yang mengudara kala itu!