Masak Di Rantau

Merindu Rendang Di Rantau

merindu-rendang-di-rantau

Sebagai orang Minang yang hidup di perantauan, seporsi rendang adalah makanan penenang hati, pengobat rindu kampung halaman, dan pembangkit selera ketika lidah sedang protes terhadap makanan Barat yang sepi bumbu.

Namun, memasak rendang di rantau bisa membuat kita ibarat seorang penemu.

Untuk daging, ibu biasa menggunakan has dalam di tanah air, di sini saya memilih has tenderloin, bagian terlembut dari daging sapi, yang sangat baik jika dimasak agak lama dalam santan mendidih menurut saya. Namun untuk santan, ibu saya di Indonesia pakai kelapa segar yang dipilih teliti baik jenis maupun tuanya, sementara saya hanya bisa pakai santan dalam kemasan. Meski fungsi dan gunanya sama, santan kemasan sudah melalui proses pemisahan inti santan, jadi rasanya kurang mantap. Belum lagi soal cabai.

Seperempat kilogram cabai keriting giling yang dipakai ibu untuk satu kilogram daging, saya ganti dengan 10 buah cabai thailand (di Indonesia, jenis ini dikenal dengan cabai rawit).

Hampir semua bumbu dasar untuk membuat rendang mudah didapat di Bangkok. Sayangnya, saya terpaksa menghilangkan daun kunyit karena tidak bisa menemukannya, baik di pasar tradisional maupun supermarket. Daun kunyit punya aroma khusus dan sedikit asam yang tak tergantikan, bahkan oleh umbinya sekalipun.

Setiap orang punya cara masak berbeda, dari jenis kompor, kuali, hingga besarnya api. Yang tak kalah penting dalam menentukan cita rasa rendang adalah suasana hati yang memasak. Setelah banyak mencoba, akhirnya saya menemukan cara sendiri.

Pertama, hati harus bahagia dan bebas khawatir. Jika hati bahagia, jari-jemari, lidah, dan bumbu yang dipakai seolah dapat saling bicara, berapa takaran yang pas untuk masakan. Kedua, tumis bumbu dasar yang telah dihaluskan sebelum memasukkan santan, agar rendang mewangi. Ketiga, masukkan daging ke kuah santan yang menggelegak. Proses pematangan dan pengeringan daging dalam kuah santan membuat daging jadi empuk dan sarat bumbu. Sementara daging akan mengeras dan tidak terlalu gurih jika direbus terlebih dahulu dan santan dimasukkan terakhir.

Rendang buatan saya mungkin kalah enak dibandingkan buatan Ibu, yang bumbunya super lengkap. Tapi, saya sangat suka rendang buatan sendiri, meski tanpa daun kunyit. Saya selalu bangga menyajikannya ketika menjamu tamu asing. Sambil menyendokkan rendang ke piring tamu, saya akan promosi, “Ini rendang, makanan terlezat di dunia versi pembaca CNN tahun 2011. It’s one of 50 CNN World’s Best Foods!” Rasanya puas ketika tamu saya menikmatinya, apalagi saat mereka berseru, “Mmm! Tasty, delicious!