Mewahnya Rawon Di Dapur Kiwi

Onewhero adalah desa pertanian di distrik Waikato, jaraknya sekitar 55 km dari pusat kota City of Sails, Auckland, Selandia Baru. Sebagaimana desa-desa di daerah terpencil negeri Kiwi ini, Onewhero membentang cakrawala pandang dengan petak-petak sawah, sungai Waikato mengalir di bawah Tuakau Bridge menyusuri daerah pertanian, dan bukit-bukit hijau yang dihuni sapi dan domba. Di desa ini, saya sekeluarga hidup bercocok tanam dan mengelola peternakan kecil sebagai lahan usaha mikro, sekaligus pembelajaran hidup anak-anak saya.
Di desa ini pula, saya mencoba melestarikan budaya Indonesia, dengan memperkenalkan masakan eksotis Indonesia pada keluarga besar dan teman-teman Pakeha, Maori, maupun imigran negara lainnya, dalam keseharian dan pada acara khusus. Dari jenang grendul, rempeyek, hingga empek-empek. Dari sayur asam, ikan pindang, hingga rendang padang. Dari nasi uduk, nasi goreng, hingga bubur ayam. Dari semprit sagu, nastar, hingga bika ambon. Semua saya lakoni, demi membunuh kerinduan yang kadang menyakitkan jika tak terpenuhi.
Usaha ini tidak terbilang mudah, karena tak banyak bahan Indonesia di toko-toko bahan makanan Asia di daerah saya. Gula jawa, misalnya, hanya bisa didapat dalam bentuk gula kelapa bertekstur kering dan kasar—produk negara lain. Daun pandan, singkong, kunyit, lengkuas, dan daun pisang hanya bisa ditemui dalam bentuk frozen. Tapi, itu sudah cukup bikin saya gembira.
Sedangkan tempe jadi makanan sangat mahal dan langka, sehingga akhirnya saya terpaksa membuat sendiri untuk kebutuhan dapur.
Dan, suatu ketika,... saya kepingin makan rawon. Itu artinya, saya harus mencari keluak. Saya datangi seluruh toko bahan makan Asia di Pukekohe, yang jaraknya sekitar 20 km dari rumah. Tak satu pun penjaga toko tahu, meski sudah saya sodori foto keluak di ponsel. Kecewa dan putus asa, sampai di rumah saya masak “rawon” dengan kecap manis. That was a disaster. Karena rawon akhirnya jadi paduan antara semur daging dan soto daging kecap.
Ndilalah, seorang teman di Auckland memberi kabar. Di daerah suburban Northcote, sebelah utara Waitemata Harbour, Auckland, ada Tofu Shop yang menjual banyak bahan makanan Indonesia. ASLI! Saat itu, mereka sedang stok keluak. Seketika saya menelepon empunya toko. Airmata saya merebak, ketika sang pemilik toko menawari dua kantung buah keluak terakhir—the very thing I really needed.
Sempat kaget mendengar harga sebungkus berisi 8 keluak kurang-lebih 5 dolar, atau sekitar Rp40.000 saat itu. Padahal di tanah air, harganya tak lebih dari Rp10.000 per kilo di pasar tradisional.
Namun, buat saya harga itu masuk akal, mengingat keluak tidak tersedia setiap hari di sini. Selanjutnya, bisa dibayangkan. Selama dua bulan, saya bikin rawon sampai tiga kali. Impaslah kerinduan saya!