Nostalgia Di Meja Makan
Acara makan telah jadi bagian dari sosialisasi dalam hidup. Di atas meja makan, orang bicara bisnis, merajut kasih, bertukar cerita dengan keluarga, serta bersilaturahmi dengan teman lama.
Sebagai wanita bekerja, anggota keluarga, dan seorang teman, semua kegiatan di meja makan itu sudah saya rasakan. Namun, yang terasa lebih spesial adalah ketika meja makan di negeri nan jauh menjadi tempat tersajinya makanan khas kampung halaman, untuk dinikmati bersama sahabat lama dari tanah air yang sudah lama terpisah.
Elyt adalah teman lama sewaktu saya masih tinggal dan bekerja di Jakarta. Kami bekerja selama delapan tahun di perusahaan yang sama, walau beda departemen—dia marketing, saya kreatif. Kami teman yang kompak, baik di dalam maupun di luar kantor. Ketika beberapa tahun lalu ia pindah ke Vancouver, Kanada, mengikuti suaminya, perasaan saya bercampur antara sedih karena ditinggal sekaligus bahagia karena teman karib berbahagia. Beberapa tahun kemudian, saat jalan-jalan mengunjungi Elyt dan keluarga kecilnya, saya disambut dengan acara makan satai di rumahnya.
Saya menikmati saat-saat memasak bersama di dapur mungilnya sambil bertukar cerita.
Resep satai ala rumahan, Elyt pelajari dari teman Indonesianya ketika baru tiba di Vancouver.
Saya membantunya memotong daging ayam, membumbui dengan kecap manis, lalu mencampur irisan bawang merah dengan garam dan merica bubuk. Setelahnya, kami menyiapkan batangan satai untuk siap dipanggang. Saya juga membuatkan tahu goreng isi dengan bahan sekotak tahu pong goreng, taoge, dan wortel yang ada di kulkasnya, yang dibelinya di Asian Groceries.
Kami bernostalgia, mulai saat masih bekerja bersama sampai cerita tentang keluarga kecil barunya. Bagaimana ia beradaptasi dari seorang wanita karier menjadi ibu rumah tangga penuh waktu di negara yang jauh dari teman dan keluarga di Indonesia. Saya memujinya, dalam waktu singkat ia mampu berubah dari wanita karier yang tak pernah kenal dapur menjadi ibu rumah tangga yang pintar masak.
Ketika tiba saatnya membakar satai, kami menggunakan alat panggang praktis yang biasa digunakan untuk BBQ. Beberapa potong sosis sapi juga dipanggang untuk Devin, si kecil buah hati karib saya. Sementara pasangan saya dan suami Elyt menangani urusan memanggang satai di taman belakang, di bawah langit biru Vancouver, saya menggoreng tahu pong yang sudah diisi sayuran dan dilumuri tempung berbumbu. Elyt menyiapkan bumbu kacang untuk satai buatannya.
Pukul 8 malam itu, di bawah langit musim panas Vancouver yang masih terang benderang, kami menikmati sajian sederhana namun penuh kehangatan dan keakraban.
Saat berada jauh dari rumah, kebersamaan dengan teman lama dari kampung halaman yang jarang ditemui menjadi begitu berharga.
Dihiasi sajian piring besar satai ayam, tahu goreng isi, lalapan mentimun, dan cah taoge, serta nasi pulen panas serta sambal pedas sebagai pelengkap. Meja makan pun menjadi media sosialisasi yang tak lekang oleh jarak dan waktu bagi sebuah persahabatan, di mana pun kita berada.