Pedagang Musiman

“Ada teman yang bercerita bahwa pendapatannya berjualan kue bisa lebih tinggi dibandingkan gaji yang diterimanya setiap bulan sebagai pegawai. Duh.. bikin kepengen..”
Saya suka mengamati aktivitas teman-teman melalui media sosial. Menjelang pemilu kemarin, banyak teman yang mulai mengeluh bosan dengan postingan copras capres yang black campaign melulu atau sharing artikel berdasarkan judulnya yang menarik saja, bahkan tanpa dibaca dulu isinya!
Namun, ada hal menarik lain buat saya, teman-teman yang berjualan macam-macam kebutuhan untuk Ramadhan serta Idul Fitri. Ada yang jualan kue kering, cokelat, kurma, jilbab, baju, sampai pancake durian. Mereka bukan pedagang profesional yang memang pekerjaan utamanya berdagang. Mereka adalah orang-orang yang dengan cerdik memanfaatkan momen lebaran untuk mendapat penghasilan tambahan. Bahkan ada teman yang bercerita bahwa pendapatannya berjualan kue bisa lebih tinggi dibandingkan gaji yang diterimanya setiap bulan sebagai pegawai.
Saya jadi ingat pengalaman mendapat pesanan kue lebaran dari tante-tante saya. Awalnya, setiap lebaran saya suka membuat kue kering sendiri untuk bekal perjalanan mudik, juga untuk diberikan kepada nenek, sebagai oleh-oleh. Setiap pulang kampung, kami sekeluarga biasanya menginap dulu di rumah nenek dari keluarga ibu sebelum berangkat ke Yogja untuk bersilaturahmi ke keluarga bapak saya. Ibu mempunyai 5 orang adik, saat lebaran seluruh keluarga besar menginap di rumah nenek. Ada sekitar 27 orang dalam satu rumah! Terbayangkan ramainya.
Nah, kue oleh-oleh saya untuk nenek tadi selalu ditaruh di meja makan dan ruang tamu. Tante, om, dan sepupu saya ternyata suka mencicipi. Akhirnya menjelang pulang kampung kesibukkan saya membuat kue bertambah, selain untuk nenek, juga untuk pesanan tante dan om. Asyiknya, mereka mau membayar seperti membeli ke pedagang profesional lho.. gimana saya nggak tambah semangat?
Membuat kue kering memang menyenangkan, tapi kalau sampai bertoples-toples ya lumayan juga. Apalagi kalau sudah sampai ke bagian mengisi kue nastar dengan selai nanas. Adonan dibulatkan kecil terlebih dahulu, dipipihkan, baru diisi dengan selai nanas, lalu, dibulatkan kembali. Terus begitu hingga adonannya habis. Apalagi oven di rumah saya adalah oven listrik kecil yang ukurannya hanya untuk 1 loyang.
Ramadhan tahun lalu saya hanya punya libur 1 hari sebelum berangkat mudik, akhirnya aroma rumah wangi kue sepanjang hari karena saya mulai masak sejak habis sahur sampai menjelang sahur lagi. Ternyata oleh-oleh kue lebaran saya tahun lalu itu adalah oleh-oleh kue kering terakhir saya untuk nenek. Beliau meninggal bulan Agustus lalu.
Hasil berjualan kue saya ke tante dan om lumayanlah untuk jalan-jalan di Yogja sambil beli oleh-oleh, itupun ternyata masih ada sisanya, Alhamdulillah.. Saya saja yang ibaratnya ‘jualan main-main’, keuntungannya bisa lumayan. Bagaimana dengan keuntungan teman saya yang jempol tangannya sampai cantengan saking pegel memencet adonan kue semprit? Pasti pesanannya banyak sekali.
Lebaran tinggal sebentar lagi. Mau ikutan jualan seperti mereka, kayaknya udah telat. Tapi in sya Allah masih ada lebaran tahun depan, sepertinya saya ingin coba jualan lagi. Bukan hanya ke om dan tante tapi lebih luas lagi. Bagaimana dengan kamu?