Pempek Tak Masalah Tanpa Ikan
Harga ikan kakap yang melangit tidak menyurutkan keinginan saya membuat pempek. Rasanya pun tak kalah, asal tahu cara mengolahnya.
Sebagai negeri kecil yang dikelilingi lautan, Selandia Baru memiliki daerah perairan yang amat luas. Tentu saja, kekayaan lautnya juga melimpah, tapi entah kenapa harga ikan di negeri Kiwi ini tidak terbilang murah. Bahkan, menurut survei, harga ikan naik sebanyak 18,6% dalam kurun waktu empat tahun terakhir.
Sebut saja ikan salmon, yang dijual dengan harga $23.95/kg (sekitar Rp238.974). Atau, ikan gurnard yang dapat mencapai $18.40/kg (Rp183.583) dan ikan hoki seharga $12.12/kg (Rp 120.925). Yang paling mahal adalah ikan snapper atau kakap, atau tamure dalam bahasa Maori.
Menurut The Price of Fish, kumpulan hasil survei pada supermarket dan toko seafood sejak 2006, yang dipublikasikan Departemen Statistik Selandia Baru, ikan ini termasuk favorit. Harga tertingginya adalah $40.95/kg (Rp407.496) pada 2009, di supermarket ternama Selandia Baru, seperti Foodtown, Countdown, dan Woolworths. Meski dijual dengan harga spesial, tetap saja tidak murah. Menurut berita di NZ Herald kenaikan harga retail itu disebabkan naiknya harga material, transportasi, dan pengemasan untuk diekspor ke luar negeri.
Baiklah, kata saya dalam hati. Lupakan kakap. Saya akan membuat pempek tanpa ikan.
Pempek adalah jajanan favorit saya ketika masih SD. Yang saya suka adalah pempek pistel, yaitu pempek kanji yang diisi dengan tumis pepaya muda dan ebi yang kaya rasa. Tumis pepaya ebi ini sungguh gurih, empuk, dan juicy.
Kalau pempek pistel habis, saya beralih ke pempek dos. Pempek ini terbuat dari tepung sagu tanpa daging ikan. Rasa gurihnya didapat dari kaldu ikan atau kaldu ayam. Empuknya adonan bergantung pada seimbangnya takaran tepung sagu dan tepung terigu dengan air.
Tidak sulit untuk membuat pempek dos. Bahannya pun selalu ada di pantry saya. Terkadang, saat spontan ingin menikmati pempek dos dan sedang tidak menyimpan kaldu segar, saya pakai kaldu ayam bubuk.
Tepung sagu yang saya gunakan adalah tepung tapioka (tapioca starch) impor dari Thailand, yang saya beli di toko bahan makanan Asian di Pukekohe. Terkadang saya sengaja memesan tepung sagu tani dari Tofu Shop (toko bahan masakan Indonesia asli yang terletak di North Shore, Auckland) melalui telepon, agar sesekali bisa mencicipi rasa asli sagu tapioka dari Indonesia.
Beberapa orang bilang, pempek yang dibuat tanpa sagu tani bisa bocor jika diisi telur. Tapi, selama ini saya sudah sering membuat pempek tanpa sagu tani dan hasilnya sama saja. Sama kenyalnya, sama teksturnya.
Sebenarnya, keberhasilan membuat pempek tidak bergantung pada jenis dan asal tepung tapiokanya, melainkan dari takaran bahan kering, bahan cair, dan cara membuat adonannya.
Bocornya pempek disebabkan adonan terlalu lembek, sehingga tidak cukup kokoh bila diberi tambahan kocokan telur atau isian lainnya.
Membuat bahan biang dari tepung terigu membuat hasil akhir pempek dos juga tidaklah mengecewakan. Yang disebut bahan biang adalah tepung terigu yang dimasak dengan kaldu pilihan dan garam, sama seperti tangzhong yang jadi bahan biang di dunia bakery. Hanya saja, bahan biang untuk pempek dos tidak menggunakan ragi. Sebab, bahan ini punya peran yang sama dengan tangzhong, yaitu sebagai bahan dasar pengempuk.
Jika bahan pengempuk sudah hangat (seperti halnya tangzhong, suhu adonan adalah 65°C), tepung tapioka dapat dimasukkan sedikit demi sedikit sehingga terbentuk adonan yang bisa dipulung. Dengan demikian, jika dibentuk bola-bola lalu dibentuk seperti mangkuk dan diisi dengan telur kocok (ditambah sedikit garlic salt sebagai tambahan rasa), dinding pempek akan menjadi wadah yang kokoh bagi kocokan telur.
Pempek dos tak kalah lezatnya dengan pempek ikan. Apalagi jika saus cukanya asam, manis, dan pedas. Pempek dos selalu mantap menjadi kudapan ditemani teh manis sembari menikmati sore yang indah. Tidak masalah bila ikan kakap mahal, masih ada pempek dos!