Cerita Resep

Proses Memasak Itu Penting

proses-memasak-itu-penting

Tahun ini, Ubud Writers & Readers Festival diramaikan dengan tema makanan. Mulai dari panel seputar rempah-rempah, sampai area khusus yang disebut The Kitchen, tempat para jago masak menunjukkan kebolehannya. Bagi banyak pengunjung, area ini menjadihidden gem yang membuat mereka jadi lebih paham soal makanan.

Salah satu yang hadir di The Kitchen adalah William Wongso, yang bersama tim ACMI (Aku Cinta Masakan Indonesia) membawa kearifan kuliner nusantara. Sajian-sajian seperti gulai bebek andaliman hingga urap daun pegagan sukses menjamu lidah para pengunjung dengan sensasi rasa luar biasa, dalam beberapa sesi selama festival berlangsung.

Selain itu, Pak Will, demikian ia biasa disapa, juga jadi pembicara dalam panel bertajuk“Master Chefs and The Mistress of Spice”. Bersama dengan Chef Wan asal Malaysia, Farah Quinn, dan David Sly, penulis makanan dari Australia, mereka berdiskusi tentang kuliner Indonesia dan Malaysia dengan segala kemiripannya.

Asal-usul rendang misalnya, selama ini masih jadi pertanyaan. Karena banyak terdapat di Padang, rendang pun dikenal sebagai masakan khas Sumatera Barat. Kata “rendang” berasal dari “randang” atau “merandang”, yang artinya gerakan mengongseng, yang selama ini dilakukan saat membuat rendang, supaya bisa mendapat tekstur kering dan warna hitam kecokelatan, hasil karamelisasi santan selama proses memasak.

Namun, ada juga dugaan rendang berasal dari India, mengingat kemiripannya dengan rogan josh (bedanya hanya dalam penggunaan santan).

Pak Will juga curiga, rendang itu terjadi akibat kesalahan; memasak daging dengan rempah dan santan, lalu ditinggal dan sedikit hangus, namun jadinya lebih enak.

Pak Will pernah mencicipi 100 jenis rendang dari Sumatera Barat dalam satu kesempatan. Menurutnya, setiap jenis punya komponen bumbu yang berbeda-beda. Mulai yang sederhana (hanya pakai bawang merah, bawang putih, dan cabai), hingga yang rumit (hingga menambahkan bunga lawang dan kapulaga). Satu persamaan dari 100 rendang itu, proses karamelisasi santan hingga kehitaman. Sehingga, siapa pun bisa membuat rendang padang versinya sendiri, yang penting proses memasaknya.

Sementara saat berbincang dengan Chef Wan, ia menjelaskan bahwa rendang dulunya adalah makanan yang hanya disajikan dalam perayaan besar di Malaysia—salah satunya Idul Fitri. Salah satu alasannya adalah mahalnya harga daging yang jadi bahan utama, sehingga sajiannya pun terbatas. Keluarga Chef Wan dulunya menyembelih kerbau yang digunakan untuk membajak sawah, lalu dagingnya dimasak menjadi rendang. Karena tekstur daging, diperlukan proses memasak yang lama, dengan jumlah santan dan air yang cukup banyak.

Dibanding rendang padang, rendang malaysia punya tekstur lebih basah dan berkuah. Kelihatannya lebih merah dan sedikit berminyak. Beberapa versi menambahkan taburankrisi (parutan kelapa yang disangrai lalu ditumbuk) untuk tekstur, ada juga yang menambahkan kecap manis supaya warnanya lebih gelap.

Chef Wan setuju bahwa rendang kemungkinan besar dibawa dari Indonesia, namun akibat akulturasi budaya, rendang malaysia pun punya ciri khasnya sendiri.

Lain lagi soal satai. Pak Will punya ceritanya sendiri. Menurutnya, ada kemungkinan pengaruh dari China. Di Xinjiang, daerah yang berbatasan dengan Rusia, Mongolia, dan Kazakhstan, banyak ditemukan satai yang mirip satai klathak di Yogyakarta. Potongan daging kambing Mongolia dibalur cabai Szechuan, jintan, dan bubuk cabai.

Uniknya, kata “satai” itu diambil dari bahasa Hokkian, artinya “tiga buah”. Ini terlihat pada satai xinjiang, yang satu tusuknya terdiri atas tiga potongan daging kambing yang cukup besar. Lebih unik lagi, dalam aksara cina, tulisannya berbentuk dua kotak dengan satu garis, sehingga dari tulisan saja kita sudah tahu bentuk makanannya.

Tidak seperti Indonesia yang punya beragam jenis satai, Malaysia hanya punya satu jenis, yaitu satay kajang. Terbuat dari daging ayam, sapi, atau kambing, sesuai permintaan, dan bumbunya sama untuk ketiganya. Saus kacangnya bertekstur agak kasar, rasanya lebih pedas dan tampak sedikit kuning karena ditambahkan bubuk kari untuk aroma dan rasa. Berkat satay kajang (yang juga merupakan kreasi Chef Wan), Malaysia Airlines dapat penghargaan Best Airline Signature Dish dari Skytrax pada.

Sebagai kesimpulan, Pak Will dan Chef Wan sepakat bahwa makanan tidak bisa disebut mana yang lebih asli.

“Yang paling penting sekarang adalah menyimpan gaya masak yang masih asli. Saya dan Pak William sudah tua, kami suka dengan gaya masak tradisional,” tambah Chef Wan.

“Food gives no barrier to mankind, from food we create friendship,” kata Pak Will saat mengakhiri perbincangannya dengan saya. Tidak ada yang benar dan salah dalam debat kali ini. Justru perbedaanlah yang menciptakan keragaman di bidang kuliner.