Tabula Rasa Lala Timothy

Sheila Timothy, yang lebih dikenal dengan nama Lala Timothy, bisa lega hati belakangan ini. Bagaimana tidak, produser film sekaligus CEO Lifelike Pictures yang telah memproduksi dua film feature ini akhirnya menambah satu film lagi dalam kekayaan film Indonesia, Tabula Rasa. Film Tabula Rasa akan tayang di bioskop pada September 2014. Bersama Rasamasa.com, istri dari Luki Wanandi serta ibu dari Alexander Wanandi (13 tahun), Lea Wanandi (11 tahun), Celesta Wanandi (9 tahun), dan Elizabeth Wanandi (5 tahun), ini berbagi kisah seputar makanan, memasak, juga film terbarunya.
Apa, sih, arti makan buat Anda?
Makan adalah suatu bentuk sosial, suatu sarana untuk kebersamaan, dan berkumpul. Seperti quote dalam film Tabula Rasa "Makanan adalah itikad baik untuk bertemu."
Saya tidak pernah malas makan, kecuali sedang sakit. Ketika sedang tidak enak badan atau bahkan lagi bad mood, saya selalu cari Mi Masak.
Kenapa Mi Masak?
Ini karena kebiasaan sejak kecil, kalau saya sakit ibu saya selalu masak Mi Masak buat saya. Rasa hangatnya bikin mood dan perasaan jadi lebih baik seketika. Comfort food saya ya, Mi Masak itu.
Anda suka masak juga?
Ya, setiap hari saya selalu berusaha, paling tidak, masak satu jenis makanan untuk anak dan suami. Lebih sering masakan Indonesia, tapi sesekali dari negara lain juga. Anak-anak saya suka Italian, Japanese, Mexican, Indian Food yang saya masak.
Bagaimana ceritanya Anda bisa terjun ke dunia film?
Ayah saya adalah seorang produser musik sejak tahun 1970-an. Saya sering membantu Ayah dan tertarik dengan kegiatan produksi, yang pada dasarnya membuat suatu ide menjadi nyata dalam suatu bentuk yang bisa dinikmati banyak orang. Berbeda dengan Ayah, saya lebih tertarik dengan dunia audio visual. Setelah sebelumnya bekerja di perusahaan agency dan perusahaan musik Remaco, pada 2008 saya lantas mendirikan Lifelike Pictures.
Setelah film Pintu Terlarang dan Modus Anomali, tahun ini, tepatnya pada bulan September Lala akan menayangkan film ketiganya, Tabula Rasa di bioskop-bioskop di Indonesia. Film ini bercerita tentang Hans, seorang pemuda Serui, Papua, yang bercita-cita menjadi pemain bola profesional di Jakarta, namun karena satu hal impiannya ini harus kandas. Hans menemukan kembali mimpinya saat ia bertemu Mak Uwo, seorang pemilik lapau (rumah makan Padang sederhana). Lewat masakan dan makanan, mereka menemukan persamaan dan saling memberikan semangat baru dalam mengejar mimpi.
Kenapa diberi judul Tabula Rasa?
Tabula Rasa artinya kesempatan untuk memulai sesuatu dengan dan tanpa prasangka. Arti ini sesuai dengan jalan cerita filmnya.
Ide awal datang dari kesukaan saya akan dunia kuliner dan masak-memasak. Dalam prosesnya, saya menemukan bahwa makanan, terutama makanan Indonesia, bukan sekadar untuk memenuhi rasa lapar, tetapi berkaitan dengan hubungan sosial, kebersamaan, dan kekeluargaan. Ide ini saya bagi dengan Tumpal Tampubolon yang kemudian menghasilkan cerita sangat menarik untuk film ini. Film ini disutradarai oleh Adriyanto Dewo. Bisa dibilang, film ini adalah mimpi tergila saya. Tidak hanya bisa diterima di Indonesia, melainkan juga di negara lain, sebagai sarana untuk memperkenalkan kuliner Indonesia yang kaya rasa dan kaya budaya.
Siapa sumber inspirasi Anda?
Ibu. Ibu saya adalah tukang masak yang sangat andal, otodidak namun punya bakat luar biasa. Ibu bisa mencicipi masakan baru dan memasaknya kembali dengan rasa persis, hanya dengan berdasarkan indera rasanya. Ibu selalu mengolah bahan yang terbaik dan memasak dengan penuh cinta untuk suami dan anak-anaknya. Ibu mencurahkan rasa cinta kepada keluarganya lewat makanan.