Dari Redaksi

Untung Ada Masakan Peranakan

untung-ada-masakan-peranakan

Kita hanya tahu bakar dan rebus, kata Chef Sabil Al Rasjid saat saya tanyakan apa yang bisa di-claimed sebagai masakan kita. Karena bangsa kita sangat terbuka, masakan kita jadi sangat beragam sekarang ini.

Saat mempelajari resep-resep masakan Indonesia, saya pernah bertanya ke Chef Sabil Al Rasjid, seorang chef profesional yang sangat pro-masakan Indonesia klasik, “Sebetulnya masakan yang benar-benar asli Indonesia itu apa, ya?“ Beliau bilang, “Nggak ada. Kita hanya tahu bakar dan rebus.”

Dari bakar dan rebus, teknik masak kita sudah berkembang ke masakan yang dipanggang di oven berkat pengaruh luar yang masuk selama ratusan bahkan lebih dari seribu tahun yang lalu. Sambil menunggu angin pasat untuk membawa ke tujuan masing-masing, mereka membawa makanan yang akhirnya dibagikan ke kita. Bukan sekedar makanannya, tapi juga tekniknya.

Teknik masak tumis diwarisi pendatang asal Tionghoa, sedangkan teknik panggang dalam oven dikenalkan oleh bangsa Belanda. Resep yang dihasilkan dari teknik masak ini adalah klappertaart (tar kelapa) dan kaastengels (kue keju). Lucunya, orang Belanda malah nggak tahu banyak tentang klappertaart. Ya juga, karena mana ada kelapa muda segar di Belanda pada abad ke-16?

Orang kita paling jago meniru dan improvisasi. Contohnya? Beer pletok yang berwarna merah. Sebetulnya yang kita tiru bukan bir, tapi wine. Kalau warna merah gelap wine berasal dari anggur, kita nggak mau kalah. Untuk mendapatkan warna merah, kita pakai kulit kayu secang. Apalagi diisi banyak rempah, khasiatnya pun jadi nggak kalah dari wine, untuk di malam hari yang dingin.

Selain jago improvisasi, kita rela belajar mengolah hasil alam kita sendiri dari orang lain. Pengaruh Arab misalnya, mengajarkan kita cengkeh dan pala itu cocok untuk masakan, seperti di nasi biryani dan nasi kebuli. Walaupun cengkeh dan pala itu rempah asli dari Indonesia, resep kita sendiri nggak ada yang menggunakan rempah-rempah ini.

Dari semua ini, saya paling salut dengan panada. Kenapa? Karena panada dari yang kita tahu asal Manado, bentuk dan rasanya masih dekat dengan empanada yang asli dari Portugis. Empanada itu ikan yang dibungkus dalam adonan roti, dan resep ini sudah ada di buku masakan orang Portugis sejak 1520. Sementara, di Manado, panada, roti goreng mirip bantal itu, berisi ikan cakalang. Bukan hanya di Indonesia, empanada juga sampai ke Haiti dengan bentuk yang sama. Kalau mau coba kita punya resep panada di sini.

Setelah merenung soal perjalanan resep peranakan di Indonesia, setelah ratusan tahun penuh inovasi dan fusion dalam masakan kita, yang awalnya saya kecewa mendengar jawaban Chef Sabil, jadi bisa menerima. Kebayang nggak tanpa pengaruh ini?