Am I Balanced?

Sejak mulai punya kebiasaan makan di dapur Rasamasa, hampir tak pernah telat makan apalagi melengkapi jam makan. Porsi makan saya pun cenderung banyak, dan malas makan kalau rasa makanannya kurang enak. Jadi senang sekali punya selera makan yang tinggi, karena saya ingin gemuk.
Menjelang Hari Gizi Nasional saya jadi ingat kalau sudah lama saya belum tes kesehatan. Tes kesehatan bagi saya cukup melalui tes darah lengkap, kali ini saya tambahkan dengan tes untuk hormon, jantung dan kanker. Ini semacam Do-It-Yourself (DIY) health test, dan seharusnya saya lakukan 6 bulan sekali. Tetapi karena lupa, terakhir saya lakukan sekitar 2-3 tahun yang lalu. Penasaran dengan status kesehatan saya, minggu lalu saya tes darah lengkap di Rumah Sakit (RS) Tebet.
Hasilnya gampang dibaca karena ada referensi ambang batas normal di setiap baris. Tapi angka itu hanya angka, dan bagi saya yang suka ngulik data, angka ini belum bercerita apa-apa, atau belum bunyi. Maka, saya bawa hasil ini ke dua dokter pada saat yang berlainan: satu dokter umum, dan satu lagi dokter ahli gizi.
Secara keseluruhan tubuh saya sehat, tetapi pertanyaan pertama yang dilontarkan mereka (secara terpisah) adalah apakah saya alergi terhadap sesuatu? Ternyata di tubuh saya ada inflamasi (radang) yang tampaknya sudah lama ada, bahkan menahun. Nah, ini yang perlu dicari tahu kenapanya.
Pertanyaan saya adalah: apakah saya seimbang? Apa yang perlu saya lakukan supaya seimbang, terutama dalam hal makanan. Setelah mendengarkan penjelasan dari masing-masing dokter, inilah kata tubuh saya tentang pola makan saya.
Terlalu banyak protein dari daging!
Saya adalah pemakan nasi. Rasanya semakin lama, saya semakin cinta nasi. Untung tubuh saya pandai mengolahnya jadi gula darah saya bisa normal. Nah, masalahnya ada di kolesterol dan asam urat yang biasanya dipicu oleh protein dari sumber lemak hewani. Bagaimana nggak? Dari kecil saya belajar kalau yang namanya makan, pasti harus ada daging. Jadi, setiap mau makan yang terbayang di benak saya pasti dagingnya duluan, mau empal, ayam bakar, atau rendang. Setelah itu, baru saya pikirkan pasangannya, sayur apa? Protein memang perlu, tapi apa harus selalu dari hewan? Ternyata protein bisa saya dapatkan dari sayuran. Karena dari pola pikir saya tentang lauk (=daging), efeknya jadi kemana-mana.
Pertama, ke asam urat. Padahal asam urat dalam batas normal bisa jadi antioksidan agar saya bisa menyembuhkan diri sendiri kalau diserang penyakit. Kalau terlalu tinggi, malah tubuh kita yang diserang penyakit.
Kedua, ke kolesterol. Dari daging ada lemak jenuh yang gampang sekali membentuk kolesterol sehingga kolesterol saya pun pas, ada di ambang batas yang harus dikendalikan. Kolesterol ini pro-inflamasi, jadi inilah yang mungkin terus memberi makan ke radang saya. Saya bukan orang yang memiliki alergi terhadap banyak hal. Saya curiga, inflamasi menahun saya ini datang dari daging ayam, daging pantangan sesuai dengan diet golongan darah yang saya ikuti. Selama tujuh tahun saya pernah hidup tanpa makan ayam dan merasa sehat sampai akhirnya beberapa tahun terakhir ini ayam menang dan saya menyerah. Ayam goreng, soto ayam, dan bubur ayam kembali jadi salah satu menu sehari-hari saya.
Kadar pH terlalu cenderung asam.
Selain terlalu banyak protein bersumber daging dalam pola makan saya, kadar pH saya juga cenderung asam. Kemungkinan ini memicu pembentukan asam urat saya tadi. Ini juga bisa datang dari makanan, misalnya (lagi-lagi...) daging merah. Untuk tahu apa saja yang menaikkan atau menurunkan kadar asam atau basa dalam tubuh kita, tinggal google saja: acid-forming food untuk asam atau alkaline-forming food untuk basa. Saya merasa kadar asam ini penting juga saya kendalikan hingga kembali ke netral, karena dalam keadaan cenderung asam, beberapa penyakit serius senang hidup dalam kondisi ini. Karena itu, ini juga salah satu yang ingin saya perbaiki.
Solusinya?
Rasanya ada dua hal yang harus saya kerjakan dari sini.
Pertama, saya harus kurangi protein bersumber hewan, karena dengan ini kolesterol bisa terjaga dan inflamasi pun mudah-mudahan mereda. Dengan ini asam urat juga bisa terkendali supaya antioksi dan saya bisa membantu, bukannya malah merepotkan saya. Yang paling gampang adalah detox dulu dari ayam.
Kedua, saya perlu imbangi makanan saya dengan makanan atau minuman yang bisa meningkatkan kadar basa saya. Ini bisa saya dapatkan dari minum air yang ditambah dengan perasan jeruk nipis. Walau terasa asam sekali, jeruk nipis berubah menjadi basa setelah dikonsumsi. Ini gampang. Jeruk nipis selalu ada, dan rasanya pun enak. Done.
Selain itu, saya perlu banyak makan sayuran dalam bentuk mentah dan buah. Dua resep yang langsung terpikir adalah karedok dan rujak buah. Untung kacang dan bumbu juga termasuk yang bisa meningkatkan alkalin, jadi pas sekali untuk bisa menjawab kebutuhan saya ke depan ini.
Setelah saya pikir ulang, kunci keseimbangan tubuh saya satu dan datang dari jawaban kedua dokter yang saya temui: sayuran, sayuran, dan sayuran. Sebetulnya nggak terlalu susah untuk mengubah pola makan ini karena saya juga suka sayuran. Tapi yang paling berat adalah mengubah pola pikir saya setiap makan: sayurnya apa dulu, baru pikir dipasangkan dengan daging apa? Rasanya aneh, tapi akan saya coba, deh.