Cooking Abroad

Berbagi Rindu Dengan Masak Bareng

berbagi-rindu-dengan-masak-bareng

Profesinya sebagai chef khusus masakan Italia membuat Ade Muhammad Pratama hampir tidak pernah merayakan Idul Adha selama menetap di Dubai. Hal ini pula yang melatarbelakangi kepulangannya ke Indonesia pada awal 2013.

“Bisa shalat Id saja sudah bersyukur banget, karena dapur hotel enggak pernah libur,” kenang Chef Ade.

Namun, sejak 2011, ia punya cara untuk mengobati rasa rindunya terhadap Indonesia. Bersama sesama orang Indonesia, ia berinisiatif mengadakan acara masak dan makan bersama. Hal ini cukup bisa meredam rasa rindu akan masakan rumah dan suasana makan bersama sambil bersenda-gurau.

“Di Dubai ada restoran Indonesia, tapi harganya lebih mahal daripada fastfood. Ini karena bumbunya banyak yang harus diimpor langsung dari Indonesia. Makanya, kami masak dan makan bersama,” tuturnya.

Selain berbincang mengenai kabar terbaru dari Indonesia, mereka secara rutin selalu membahas menu yang akan dimasak pada minggu berikutnya dan tempatnya bergantian. Uniknya, dari sekian banyak jenis masakan Indonesia, menu yang sangat disukai dan jadi pilihan utama adalah nasi goreng dan telur dadar. Keduanya selalu ada pada setiap acara masak bersama, karena menurut Chef Ade, nasi goreng dan telur dadar itu sangat Indonesia. Kita tidak bisa menemukan menu itu di negara lain, kalaupun ada rasanya belum tentu cocok di lidah. Cuma Indonesia yang punya pedagang nasi goreng yang berjualan keliling komplek setiap malam, begitu menurut Chef Ade. Masalah timbul ketika Chef Ade dan teman-teman kehabisan bumbu masak. Memang, ada beberapa Indonesian store di Dubai yang menjual berbagai bumbu dan bahan mentah dari Indonesia, tapi harganya sangat mahal karena banyak yang asli dari Indonesia. Kondisi ini lantas membuat Chef Ade dan teman-temannya putar otak mencari pengganti bumbu dan bahan, supaya bisa lebih menghemat pengeluaran.

Bumbu pertama yang ia buat sendiri adalah kecap manis. Jenis kecap yang banyak dijual dan harganya terjangkau adalah soya bean yang rasanya asin. Chef Ade memanfaatkan bahan dasar soya bean yang berasal dari kedelai, kemudian dicampur dengan brown sugar yang juga ditemui di sana. Kedua bahan ini dimasak dan diaduk-aduk terus hingga mengental. Apinya juga kecil agar tidak cepat hangus.

Ketekunan Chef Ade dalam mencari pengganti untuk segala jenis bahan makanan membuatnya memperoleh beberapa penghargaan, di antaranya Best Chef of the Month 2011 dari Hotel Atlantis The Palm, Dubai, dan Emirates Culinary Build, Merit Award for Four Course Vegetarian Menu at The Emirates Salon Culinaire, Dubai 2012. Menurutnya, orang Indonesia yang lebih suka masakan western, european, atau masakan negara lain, suatu saat akan sadar bahwa tidak ada yang lebih enak daripada masakan rumah Indonesia, walaupun sangat sederhana seperti nasi goreng dan telur dadar.

Profesinya sebagai chef khusus masakan Italia membuat Ade Muhammad Pratama hampir tidak pernah merayakan Idul Adha selama menetap di Dubai. Hal ini pula yang melatarbelakangi kepulangannya ke Indonesia pada awal 2013.

“Bisa shalat Id saja sudah bersyukur banget, karena dapur hotel enggak pernah libur,” kenang Chef Ade.

Namun, sejak 2011, ia punya cara untuk mengobati rasa rindunya terhadap Indonesia. Bersama sesama orang Indonesia, ia berinisiatif mengadakan acara masak dan makan bersama. Hal ini cukup bisa meredam rasa rindu akan masakan rumah dan suasana makan bersama sambil bersenda-gurau.

“Di Dubai ada restoran Indonesia, tapi harganya lebih mahal daripada fastfood. Ini karena bumbunya banyak yang harus diimpor langsung dari Indonesia. Makanya, kami masak dan makan bersama,” tuturnya.

Selain berbincang mengenai kabar terbaru dari Indonesia, mereka secara rutin selalu membahas menu yang akan dimasak pada minggu berikutnya dan tempatnya bergantian. Uniknya, dari sekian banyak jenis masakan Indonesia, menu yang sangat disukai dan jadi pilihan utama adalah nasi goreng dan telur dadar. Keduanya selalu ada pada setiap acara masak bersama, karena menurut Chef Ade, nasi goreng dan telur dadar itu sangat Indonesia. Kita tidak bisa menemukan menu itu di negara lain, kalaupun ada rasanya belum tentu cocok di lidah. Cuma Indonesia yang punya pedagang nasi goreng yang berjualan keliling komplek setiap malam, begitu menurut Chef Ade. Masalah timbul ketika Chef Ade dan teman-teman kehabisan bumbu masak. Memang, ada beberapa Indonesian store di Dubai yang menjual berbagai bumbu dan bahan mentah dari Indonesia, tapi harganya sangat mahal karena banyak yang asli dari Indonesia. Kondisi ini lantas membuat Chef Ade dan teman-temannya putar otak mencari pengganti bumbu dan bahan, supaya bisa lebih menghemat pengeluaran.

Bumbu pertama yang ia buat sendiri adalah kecap manis. Jenis kecap yang banyak dijual dan harganya terjangkau adalah soya bean yang rasanya asin. Chef Ade memanfaatkan bahan dasar soya bean yang berasal dari kedelai, kemudian dicampur dengan brown sugar yang juga ditemui di sana. Kedua bahan ini dimasak dan diaduk-aduk terus hingga mengental. Apinya juga kecil agar tidak cepat hangus.

Ketekunan Chef Ade dalam mencari pengganti untuk segala jenis bahan makanan membuatnya memperoleh beberapa penghargaan, di antaranya Best Chef of the Month 2011 dari Hotel Atlantis The Palm, Dubai, dan Emirates Culinary Build, Merit Award for Four Course Vegetarian Menu at The Emirates Salon Culinaire, Dubai 2012. Menurutnya, orang Indonesia yang lebih suka masakan western, european, atau masakan negara lain, suatu saat akan sadar bahwa tidak ada yang lebih enak daripada masakan rumah Indonesia, walaupun sangat sederhana seperti nasi goreng dan telur dadar.