Kisah Si Pecinta Nasi

Jauh sebelum namanya muncul di berbagai media massa, Ario Kiswinar Teguh sudah tahu mau jadi apa nanti. “Seniman,” katanya setiap kali ditanya. Kak Kis, begitu sapaan akrabnya di acara “Ayo Sekolah” yang tayang setiap Senin-Jumat pukul 18.00 WIB di TVRI, adalah penggagas Komunitas Pecinta Kertas (KPK), komunitas yang tidak hanya menjadikan kertas sebagai media menulis atau menggambar, melainkan juga untuk menghasilkan karya tiga dimensi.
Pria kelahiran Jakarta 29 April 1986, lulusan desain komunikasi visual Universitas Trisakti ini mengaku sangat suka makanan Indonesia.
Suka makanan Indonesia apa saja?
Terutama makanan khas dari Malang, Manado, dan Makassar, tiga kota tempat keluarga saya berasal. Yang teristimewa, saya suka sekali makan nasi. Saat mampir ke restoran spesialis penyedia sambal, saya bisa menghabiskan satu chetting (bakul nasi), sendirian.
Saking sukanya makan nasi, oleh teman-teman dekatnya, Kiswi mendapat julukan "hama beras". Makan di warteg jadi pilihan Kiswi untuk ini.
Bagaimana kalau ke mal?
Kalau di mal, cari saja saya di kantin pegawai. Anda tidak akan ketemu saya di foodcourt.
Ada satu kantin pegawai di mal yang enak banget, lokasinya di Fx. Masakannya rumahan banget, nasinya anget, dan porsinya banyak! Porsi makan gue, ‘kan, ‘portugal’, alias porsi tukang gali, selorohnya.
Apa ini kebiasaan dari kecil?
Sejak kecil (usia 6 tahun) saya hidup bersama Ibu. Ibu sudah jadi single parent, beliau juga tidak masak karena harus bekerja mencari nafkah untuk kami. Ibu lebih senang membuat prakarya saat di rumah dibandingkan memasak. Dunia prakarya sudah akrab buat saya sejak kecil.
Saat ini Kiswi memang sedang asyik menekuni bisnis notebook unik yang bernama Pepa.
Apa itu Pepa?
Nama ini berasal dari aksen bahasa Inggris British ketika menyebut kata “paper” atau kertas.
Pepa juga bisa berarti people and paper. Keduanya tidak bisa dipisahkan. Karena yang satu adalah penciptanya, yang satu lagi hasil ciptaaannya.
Manusia dulu menciptakan kertas untuk membantu kehidupannya, tapi sekarang malah disia-siakan. Kehadiran Pepa itu untuk mengembalikan [keduanya] ke ide asalnya.
Notebook Pepa dibuat dari bahan baku kertas daur ulang, bukan kertas baru, sebagai pecinta kertas ini prinsip buat Kiswi. Kiswi juga mempekerjakan ibu-ibu ODHA (orang dengan HIV dan AIDS) dari daerah Tebet, Jakarta Selatan untuk menjahit tangan dan menyatukan lembar demi lembar kertas di setiap notebook. Para ibu dibayar untuk setiap notebook yang berhasil diselesaikannya dalam sehari. Kemudian sebagian hasil penjualannya pun disumbangkan untuk membantu kegiatan sosial di yayasan tempat para ODHA tinggal.
Apa sudah ada karya tentang makanan?
Saya sedang berencana membuat furniture,meja makan dengan kursi-kursinya.
Senang sekali berbincang dengan Kiswi sore itu. Jumpa dengan Orang muda yang cinta makanan Indonesia dan berkarya dari kertas bekas yang tentunya dari Indonesia juga.