Blog

Kue-kue Saat Upacara Kepergian Mertua

kuekue-saat-upacara-kepergian-mertua

Saya punya cerita penuh makna mengenai perjalanan pulang kampung beberapa hari yang lalu. Salah satu momen yang membuat saya merasa bangga adalah kebersamaan keluarga yang tidak tergantikan dengan apapun.  

Konvoi kendaraan keluarga besar yang membelah bukit-bukit hijau yang teduh memberikan rasa magis yang membuat momen itu menjadi sangat mengharukan, sedih dan juga ikhlas, beriringan silih berganti.

Sesampainya di kampung pedalaman Sibolga, kami disambut dengan pelukan hangat yang penuh arti. Di antara sekelumit riuh rendah acara adat yang berlangsung di halaman terbuka, saya yang notabene dalam kondisi mengandung disodori makanan beraneka ragam, dari makanan berat sampai kue-kue kecil agar saya tidak merasa lapar di antara dinginnnya udara gunung yang menusuk.

Saya kagum memperhatikan bagaimana gerak-gerik pelayat, pemuka agama, dan tetua adat yang menjalankan prosesi upacara pemakaman tersebut. Secara khusus mereka hadir dan datang dari perbukitan sekitar Toba yang berjarak cukup jauh dari rumah duka untuk menjalankan upacara melepas kepergian bapak mertua saya untuk selamanya.

Sekumpulan ibu yang bertudung kain ulos duduk menekuk kaki selama beberapa jam, sesekali mereka berdiri untuk manortor, sambil terus meracik dan mengunyah daun-daun sirih yang membuat bibir mereka merah menyala. Sementara, kaum lelaki duduk bersila di barisan depan saling melempar pantun dan doa dalam bahasa batak yang sangat halus.

Dari arah dapur umum yang tak pernah sepi dari aktivitas memasak tercium aroma sedap yang mengundang selera. Disamping panganan berat, kudapan yang selalu disajikan adalah lampet, ombus-ombus, kacang sihobuk, berbagai kue kering. Salah satunya, adalah kue ketawa, kesukaan saya. Camilan murah meriah ini konon diberi nama kue ketawa karena proses kematangannya ditandai dengan merekahnya potongan empat sisi pada ujung bulatan, kue ini terbuat dari tepung terigu, mentega, baking powder, telur ayam, gula, wijen, air garam dan minyak untuk menggoreng. Selain penganan, tak ketinggalan minuman penghangat, teh tubruk, kopi hitam, bahkan bandrek susu lengkap dengan potongan jahe. Disajikan juga aneka buah, seperti jeruk, salak dan pisang. Sasha yang selalu ingin mencoba hal baru sangat menyukai lampet tepung beras berisi gula aren. Baginya gula aren seperti lelehan coklat kesukaannya.

Terhitung tiga hari penuh di kampung mengikuti adat pemakan mertua tercinta memberi kenangan yang mendalam bagi saya dan keluarga. Upacara keagamaan dan adat berjalan baik dengan cuaca yang sangat mendukung, meski waktunya singkat, pertemuan keluarga ini sangat berkualitas. Waktu memang milikNya, segala sesuatu ada masanya. 

Dalam persiapan kembali ke Jakarta, saya, suami, dan Sasha menerima semacam nasehat singkat dengan menerima boras sipir ni tondi, hal ini dilakukan dengan pemberian harapan dan nasehat dari pihak yang dituakan agar kami selamat sampai tujuan. Demikian pula dengan proses mengandung dan kelahiran anak saya kelak berjalan sempurna dan segala sesuatunya tidak kurang suatu apapun. Doa dipanjatkan sambil menaburkan butiran beras (boras sipir ni tondi) di ujung kepala kami bertiga serta di sekitar ruangan dimana kami berada.