Recipe Stories

Patuh Pada Resep Mertua

patuh-pada-resep-mertua

Jakarta, awal dekade 80-an. Ketika itu, lapo, kedai makan khas Batak, masih belum marak, bahkan tergolong langka. Pada masa itu, sekitar 1981, berdirilah Lapo Ni Tondongta di jalan Asia Afrika, Senayan, Jakarta Selatan. Kelahirannya dibidani seorang ibu bernama Ronta boru Purba, istri dari J. Saragih

Hobi Ibu Ronta mencoba masakan Batak menghasilkan berbagai resep enak, seperti sangsang, babi panggang, serta ikan arsik. Resep inilah yang jadi modal sukses Lapo Ni Tondongta. Setiap minggu, tiga bersaudara keluarga Saragih bekerja sama melayani para pelanggan, yang kebanyakan berprofesi supir taksi. Popularitas lantas mengundang tamu dari berbagai kalangan lain, mulai karyawan kantoran hingga pejabat pemerintah. Tak sedikit yang jadi pelanggan setia lapo ini.

Delapan tahun berlalu, pada 1989 Ibu Rutiah Purba, menantu Ibu Ronta, memisahkan diri dan membuka Lapo Ni Tondongta di bilangan Pramuka Raya, Jakarta Timur, bersama suaminya.

Resep ibu mertua tetap dibawa, termasuk teknik memasak ikan arsik dengan menggunakan baskom.

Begitu juga dengan pemilihan pramusaji yang kebanyakan pria.

Mengembangkan lapo yang mulai maju tidaklah selalu mulus tanpa masalah. Pada 1994, Ibu Rutiah harus menjalani operasi rahim dan setelahnya ia harus menyerahkan urusan memasak dan berbelanja pada karyawan yang dipercaya. Padahal, kala itu penjualan lapo pada hari biasa bisa mencapai 150 kg untuk babi panggang, begitu juga dengan sangsang. Sementara pada Sabtu-Minggu, angkanya bisa mencapai 200-250 kg!

Sepeninggalan suami tercinta yang wafat pada 2000, Ibu Rutiah terus mengembangkan lapo hingga menjadi seperti sekarang. Hidangan yang disajikan makin beragam. Mulai dari Sibahut (sebutan ikan lele dalam bahasa Batak), susu kerbau, manuk namargota, hingga kue ketawa. Kini, Lapo Ni Tondongta punya cabang baru di Kelapa Gading dan Kebon Jeruk, serta dibantu oleh 30 karyawan. Layanan bertambah dengan katering untuk pesta Batak.

Rahasia keberhasilan Ibu Rutiah tak lepas dari kepatuhannya menjalankan pesan ibu mertuanya.

Yaitu menggunakan bahan makanan segar, tidak mengurangi takaran bumbu meski harganya naik gila-gilaan. Selain itu, kebersihan tidak boleh dinomorduakan, serta mutu pelayanan terus ditingkatkan.

Setelah puluhan tahun menjalani usaha, apakah ada salah satu dari tiga orang anaknya yang ikut terjun bersama sang ibu? “Saat ini anak-anak belum tertarik untuk melanjutkan usaha. Kalaupun mau, mereka harus bisa masak. Harus mau mulai dari bawah,” ungkap Ibu Rutiah sambil menyiapkan hidangan yang akan diabadikan fotografer Rasamasa.com pada siang itu.