Dine With

Ragam Rasa Rene

ragam-rasa-rene

Hi, Sitta!” sapa hangat seseorang dari kejauhan, saat saya berada di Remboelan, sebuah restoran di bilangan Jakarta Selatan. Pandangan saya beralih ke asal suara dan menemukan pemiliknya, Rene Suhardono Canoneo (41 tahun) penulis Your Job is not Your Career!. Makan bersama Rene pada siang itu terasa seperti sedang bersantap dengan seorang kawan lama.

Soal kerja, menurut Anda “Your job is not your career”. Bagaimana dengan makanan?

“Anda adalah apa yang Anda makan. Makan adalah identitas yang bisa dilihat melalui dining table,” ujar Rene. Dengan cepat, ia menyambung, “Saya sudah tahu mau pesan apa di sini. Nasi roa bakar!”.

Pilihannya membuat saya tertegun sejenak, mengingat pendiri PT Indonesia Lebih Baik ini dibesarkan seorang ibu asal Jawa Timur dan ayah yang asli Yogya, sementara ayah biologisnya berdarah Filipina.

Kenapa nasi roa bakar?

“Ini salah satu makanan Indonesia favorit saya,” ungkapnya. “Istri saya, Muna, berasal dari Gorontalo dan Sumatera.” Tak lupa ia menambahkan, “Pedasnya itu, lo. Cabainya berbeda dengan cabai di sini.”

Mengertilah saya sekarang. Rupanya, sang istri turut berperan membentuk citarasanya. “Hidangan Gorontalo lain yang saya suka banget, terbuat dari nangka muda yang digoreng sampai menjadi karamel, disantap dengan sambal yang ada serpihan ikannya. Mertua lewat sudah enggak peduli, deh. He he,...,” selorohnya. Sayang, Rene lupa nama hidangan dari nangka muda ini.

Bagaimana dengan masakan Jawa Timuran?

“Sejak kecil, meja makan selalu dikuasai makanan Jawa Timur buatan Ibu. Kesukaan saya adalah rawon,” kata Rene. Pada usianya sekarang, Rene mulai mengurangi konsumsi daging merah. Namun kalau kepingin rawon yang enak, ia tak pantang terbang ke Surabaya.

“Belum ada yang melawan rawon buatan ibu. Rawonnya masih‘megang’!” katanya.

Suka bubur juga, ya?

“Buat saya, bubur itu comfort food,” ujarnya. “Saya jatuh cinta sewaktu siaran di Hard Rock FM pada 2007. Sebenarnya saya lebih suka makanan bertekstur. Tapi, bubur Senopati—di depan Studio Ade Rai—berhasil mematahkannya. Bubur ini menawarkan tekstur dari bunga rampainya. Ada bawang putih goreng, bawang merah goreng, tongcai, dan rempela yang dipotong dadu. Komplet dengan sambalnya. Oke banget rasanya!”

Hingga sekarang, Rene masih berburu bubur enak. Yang juga jadi favoritnya adalah bubur Madura dan sebuah restoran bubur di bilangan Pecenongan.

Kalau makanan Filipina?

“Masakan Filipina baru saya sentuh setelah dewasa, ketika menelusuri akar keluarga ke Filipina dan bertemu ayah,” ungkapnya.

“Saya perlu mencari akar, agar bisa kenal diri saya.”

Sinigang adalah favorit Rene. Menurutnya, hidangan mirip sayur asam dengan campuran daging atau udang ini terasa bold dan termasuk the oldest cuisine-nya Filipina.

Kalau di rumah, masak apa untuk keluarga?

“Akhir pekan, biasanya saya masak bareng anak-anak dan istri. Seru sekali. Istri biasa membantu soal bersih-bersih,” kisah Rene sumringah. Rene dan keluarganya juga sering berbelanja bersama ke pasar tradisional modern. Dapur di rumahnya di kawasan Bintaro adalah desain dan selera pribadinya.

Bicara selera makan anak-anaknya, Alea (7 tahun) mulai suka rawon dibanding Anka (9 tahun). Sementara si bungsu Raviv (5 tahun), lain lagi kesukaannya. Rene tidak pernah melarang anaknya makan makanan instan atau hidangan barat.

“Tapi, saya akan memperkenalkan pada rawon dan hidangan Indonesia lain, agar mereka tidak anti,” katanya. Harapannya, makanan Indonesia bisa semakin mendunia.