Recipe Stories

Seniman Masak Karbitan

seniman-masak-karbitan

Cooking is an art, so is eating. Filosofi yang terdengar sangat berkelas dan rumit ini agaknya menjadi standar baku para juru masak dalam menyajikan serta memberikan pengalaman menyantap hidangan yang berkesan bagi para penikmatnya.

Bisa dibayangkan, dalam satu masakan Nusantara setidaknya bisa terkandung lebih dari belasan jenis bumbu yang harus diolah menjadi satu.

Diperlukan cita rasa seni dalam menyiapkan bumbu hingga mengolahnya sampai jadi masakan yang enak dan menarik. Selain komposisi bumbu yang tepat, perlu juga teknik memasak yang baik.

Alasan inilah yang terkadang menjadi tameng ampuh bagi para ibu rumah tangga untuk membeli ketimbang memasak sendiri aneka masakan Nusantara.

Kondisi inilah yang mendorong M. Anwar Sanjaja, yang lebih akrab dipangggil Andi,founder dari bumbu Munik, membuat beragam bumbu masakan Nusantara siap pakai. Andi berharap, masakan Nusantara bisa dimasak dengan mudah oleh siapa saja, kapan saja. Seperti yang diutarakan oleh Novita, salah seorang karyawan Munik, “Bapak memulai usahanya dengan ngumpulin bumbu, ngolah sendiri, lalu masak sendiri. Kita-kita ini yang biasanya dikasih tugas untuk nyobain bumbu baru buatan bapak.” "Kalau enak, ya, bilang enak. Kalau misalnya keasinan, ya, bilang asin. Pokoknya harus jujur," tambah Novita

Andi telah memulai usaha ini sejak 1994. Nama Munik adalah singkatan dari kata ”mudah” dan ”nikmat”. Selain sebagai nama produk bumbu siap pakai, sejak 2008 Munik menjadi nama restoran yang terletak di kawasan Matraman. "Hingga kini Munik memiliki lebih dari 40 jenis bumbu, di luar bumbu dasar merah, putih, dan kuning," jelas Novita. "Selain ibu rumah tangga, konsumen bumbu Munik didominasi oleh pengusaha katering, restoran, hotel-hotel, hingga ke konsumen luar negeri.” Beberapa konsumen dari kalangan restoran biasanya memesan bumbu khusus yang rasa berbeda dari bumbu yang dijual di pasaran. Contohnya, laksa. Tercatat, hingga kini sudah ada puluhan restoran yang menggunakan bumbu Munik. Kebanyakan dari mereka lebih memilih fokus ke marketing. "Alasan mereka, karena sudah enggak ada waktu untuk mikirin bumbu," ujar Novita.

Ketika ditanya mengenai bisnis mana yang paling menguntungkan, membuat bumbu atau restoran, Novita dengan cepat menjawab "Ya jelas untungnya lebih besar bikin bumbu, Mas. Kalau restoran kami baru memulai, belum terlalu terasa keuntungannya.”

Novita menambahkan, sekalipun bentuknya bumbu siap pakai tidak berarti proses memasaknya jadi lebih cepat.

Misalnya, membuat rendang, tetap butuh waktu lama, setidaknya 3 jam. Yang masak harus tahu kapan daging selesai dimasak. Timing-nya harus pas, bumbu harus kelihatan agak berminyak serta dagingnya terkaramelisasi dengan baik.

Memasak tetaplah sebuah seni, namun dengan tersedianya bumbu Munik, kita tidak dipaksa untuk menjadi seorang seniman masak sejati. Hmm,... kalau memang bukan seniman masak sejati, setidaknya menjadi seniman masak “karbitan”!