Sensasi Jajanan Gerobak Di Musim Dingin

Berada jauh dari tanah air, ada satu dorongan yang tidak bisa ditolak. Dorongan perut yang sengsara merindukan rasa masakan tanah air. Terutama, jajanan pinggir jalannya yang begitu menggoyang lidah.
Ketika pertama kali menapakkan kaki keluar dari rumah orangtua dan memutuskan merantau ke Belanda beberapa tahun, saya tak punya bekal pengetahuan memasak, sama sekali. Ya, kalau cuma masak mi instan, saya rasa semua bisa. Tapi, tidak pernah tebersit bahwa saya akan bermasalah dengan makanan di Belanda. Sebab, menurut cerita dari banyak teman dan saudara, Belanda itu surga makanan buat orang Asia di daratan Eropa. Di negeri ini, tersebar banyak toko dan juga restoran Asia yang menghidangkan menu Indonesia. Setidaknya, ada satu-dua pada setiap kotanya.
Nyatanya? Sungguh jauh berbeda! Di kota kecil tempat tinggal saya, yang mungkin lebih tepat disebut desa, tidak ada toko Asia. Restoran Indonesia dulu, ada satu, tapi sudah lama tutup. Setelah cari-cari informasi, ternyata ada toko Asia di kota yang tidak terlalu dekat dari desa saya tinggal.
Tapi, apalah artinya punya banyak bahan makanan setelah menjelajah cukup jauh dan menghabiskan banyak energi dan uang, jika kita tidak bisa masak?
Apalagi, bahan makanan Asia di sini tergolong tidak murah dibanding makanan lokal. It doesn’t matter how many resources you have. If you don’t know how to use them, they will never be enough. Menyesal kenapa dulu tidak belajar masak pada ibu?
Karena tidak begitu berminat memasak, saya mencoba beberapa restoran Indonesia atas rekomendasi beberapa teman, yang lokasinya jauh. Tidak semua cocok dengan lidah saya, karena banyak makanan sudah dimodifikasi dengan selera lokal dan bumbu yang tersedia. Saya tetap ingin makanan asli Indonesia, terbayang selalu makanan Indonesia serta jajanan gerobak yang rasanya menggoyang lidah.
Oke, pikir saya, ini waktunya menggunakan kuali dan belanga yang selama ini tergeletak begitu saja. Beruntung saya punya teman di benua seberang. Kami merantau pada saat hampir bersamaan, hanya saja saya ke Belanda, sementara dia ke Quebec, Kanada. Dia juga punya kesulitan yang sama seperti saya, sehingga kami saling memberi dukungan dan juga berbagi resep.
Dengan kemajuan teknologi, memasak makanan Indonesia tidak lagi sulit. Cukup angkat telepon dan ibu kami pun dengan senang hati memberikan resep dan cara membuatnya.
Banyak yang bilang, resep masakan Indonesia juga mudah ditemukan di internet. Sebagian memang cukup membantu, tapi yang tidak membantu juga tidak sedikit.
Banyak resep yang begitu dipraktikkan hasilnya gagal total. Kami pun berpikir untuk membuat halaman resep sendiri dan resep yang sukses bisa di-upload mendetail agar bisa diakses kapanpun butuh.
Salah satu yang paling sulit dipenuhi dan paling dirindukan adalah jajanan gerobak.
Ini dia tantangan terbesar dalam memasak buat saya dan teman saya itu. Ketika musim dingin tiba, temperatur udara sangat rendah, angin kencang berembus menembus jaket tebal hingga menggigit tulang, perut pun jadi mudah lapar. Khayalan melayang ke mana-mana. Liur terbit mengkhayal hangat dan empuknya martabak manis. Hmm,... gulanya yang mencair karena dikepit hangatnya martabak, kacang dan lapisan cokelat membaur menggoda lidah, membuat saya ingin menggigit lebih banyak lagi.
Tak bisa menunggu lebih lama, seketika itu juga saya siapkan bahan-bahannya yang tidak sulit didapat. Pertanyaannya sekarang, apa saya bisa memasaknya? Informasi dari internet tidak banyak membantu dan beberapa kali saya dan teman di Quebec gagal. Tapi, kami terus berusaha demi memuaskan nafsu perut serta leher yang tak lelah berteriak: “Lapar!”
Tiba-tiba saya teringat abang penjual martabak langganan kami berdua, yang sering berbaik hati memberikan tips berupa teknik membuat martabak sementara kami menunggu pesanan jadi. Saya pun segera memberitahu teman saya, lalu kami berdua membuat pada saat bersamaan dengan bantuan SkypeCam.
Mempraktikkan cara si Abang mengaduk adonan ternyata capek juga. Dan, voila, akhirnya martabak kami jadi dan rasanya sangat memuaskan buat ukuran lidah saya yang cukup pemilih. Ternyata, orang lokal juga sangat menyukainya.
Hingga kini, sudah ada beberapa jajanan gerobak yang kami coba, mulai dari mi ayam, onde-onde, dan lain-lain. Hasilnya tidak mengecewakan, walau harus saya akui jajanan gerobak pinggir jalan masih nomor satu dan tidak ada saingannya!