Soto Karunia Tuhan

Tidak rendang, tapi soto padang yang jadi andalan Bapak Mangkuto memulai usaha rumah makannya. Apa rahasianya hingga Soto Padang Mangkuto tetap eksis hingga puluhan tahun?
Selama ini, rendang sudah jadi kuliner andalan dari Padang. Padahal, Padang juga jawara soal soto. Wadah penyajiannya mirip dengan soto kudus, tersaji dalam porsi mangkok kecil, namun terasa pas bagi kebanyakan orang. Hidangan berkuah ini lengkap tersaji dengan beberapa isian, seperti kentang dan irisan daging serta kerupuk warna jambon yang jadi ciri khasnya.
Ketika menyantapnya, baru terasa ada tekstur yang berbeda dari soto ini. Irisan dagingnya terasa garing dan renyah. Adalah potongan daging sapi goreng yang jadi ciri khas Soto Padang Mangkuto dan kebanyakan soto padang lainnya.
Ibu Nelly Mangkuto, anak kedua dari H. Mangkuto, menjamin bahwa soto padang warisan bapaknya berbeda dengan yang ada di warung padang lain. Ini terletak pada kekhususan menunya. Di restoran nasi padang, kita bisa menemukan menu soto, tapi rasanya berbeda dengan Soto Mangkuto.
“Sederhananya, jualan kami hanya soto. Enggak ada yang lain, jadi seluruh perhatian keluarga dan karyawan hanya tertuju pada kualitas rasa dari hidangan soto,” kata Ibu Nelly.
Usaha Soto Padang Mangkuto, tutur Ibu Nelly, dimulai sejak 1942 di Bukit Tinggi. Malangnya, usaha ini sempat terhenti karena Bapak Mangkuto jatuh sakit. Pada 1959, Bapak merantau ke Jakarta atas ajakan seorang rekan yang punya usaha RM Padang Beringin. Memulai bekerja sebagai pegawai, Bapak menjadi koki khusus hidangan soto di rumah makan itu.
Lepas setahun, Bapak memberanikan diri buka warung soto sendiri. Seluruh anggota keluarga dilibatkan. Ibu Nelly, contohnya, sejak kelas 6 SD sudah dipercaya Bapak untuk jadi kasir. “Walau begitu, Bapak tak pernah memaksa kami melulu memikirkan jualan soto. Pendidikan harus jadi modal utama, kata Bapak, “tutur Ibu Nelly lagi. Tak heran, beberapa anak dan cucunya kemudian sukses menempati profesi penting sebagai pegawai BUMN, dokter, dan profesi lainnya.
“Bapak pernah berpesan dengan sedikit nada mengancam: ‘Kalian boleh jadi apa saja. Hanya ingat satu hal, kalau bapak [sudah]enggak ada, usaha soto padang jangan sampai tutup. Soto itu karunia Tuhan!’,” ucap ibu Nelly.
Soto Mangkuto kian hari semakin tenar di kalangan penggemarnya. Pernah ada beberapa tawaran untuk memindahkan restoran ke lokasi yang lebih luas supaya bisa menampung lebih banyak pelanggan. Tanpa pikir panjang bapak langsung menolak tawaran tersebut. Alasannya sederhana saja, Bapak enggan karena lokasi restoran di Pintu Air dekat dengan masjid Istiqlal. ”Bapak enggak pernah lalai menjalankan salat lima waktu, dan salat berjamaah di Masjid Istiqlal menjadi pilihan utama Bapak,” kenang Ibu Nelly.
Rasa asli Soto Mangkuto terus dijaga hingga kini. Bahan daging diperoleh dari sapi segar yang baru saja dipotong semalam. Sementara itu, beberapa rempah-rempah seperti lengkuas, cabai, bawang merah, dan bawang putih digiling menggunakan mesin sendiri. Hal ini dilakukan untuk menghindari pemakaian cabai yang tidak segar dan mesin penggiling yang kotor.
Di tengah kenaikan harga daging sapi dan cabai, Soto Mangkuto tetap memakai bahan-bahan terbaik.
“Kita enggak ngoyo mencari keuntungan yang besar, yang penting kelestarian rasa Soto Mangkuto tetap terjaga,” tegas Ibu Nelly.
Soto Padang
- St. Mangkuto
Pusat: Jl. Pintu Air Raya No.26 Pasar Baru Jakarta Pusat, Telp: 385 735 7
Cabang:
- Jl. K. H. Ahmad Dahlan No. 22 B Kebayoran Baru,
Jakarta Selatan. Telp 727 899 24
- Jl. Boulevard Raya Blok J 4-6 Kelapa Gading,
Jakarta Utara. Telp: 452 492 0