Cooking Abroad

Tak Ada Rotan Akar Pun Jadi

tak-ada-rotan-akar-pun-jadi

Tiga bulan pertama tinggal di Wolfville, Nova Scotia, Kanada, lidah ini sangat merindukan citarasa masakan Indonesia, terutama buatan ibu saya. Mengingat saya satu-satunya mahasiswa Indonesia di kampus, tak ada tempat bertanya, di mana bisa menemukan bumbu-bumbu Indonesia, atau setidaknya yang mirip dengan itu.

Sebagai pecinta sambal, selama berbulan-bulan saya harus tahan diri karena tidak ada sambal yang enak dan pas di lidah. Mayoritas saus sambal yang ada di minimarket atau groceries store dekat tempat tinggal saya mirip dengan tabasco (sambal dari Amerika Latin yang berbentuk cair, rasanya tidak pedas dan cenderung asam, karena mengandung cuka). Membuat sendiri pun sulit, karena mayoritas cabai di tempat tinggal saya adalah jalapeño (cabai besar dari Meksiko yang mirip paprika kecil), bukannya chili finger (cabai merah seperti di Indonesia). Sedangkan, cabai rawit sama sekali tidak ada.

Beruntung rasanya ketika land lady atau ibu kos saya, yang berasal dari India, menunjukkan saus sambal botolan dari Thailand bermerek Sriracha, yang rasa pedasnya pas dan menggigit. Sambal ini ada dua jenis, yang berbentuk pasta seperti saus sambal di Indonesia dan yang seperti sambal ulek. Saya pun menggunakannya pada hampir setiap makanan.

Selain sambal, yang juga saya rindukan adalah kecap manis.

Sama seperti sambal, saya tidak bisa menemukan kecap manis di groceries store yang sangat besar sekalipun, seperti Sobeys atau Super Store, yang terkenal paling lengkap di Atlantic Canada. Saya kemudian coba browsing, bagaimana cara menemukan kecap manis di Kanada. Lewat satu blog, saya dapat informasi soal Dutch shop atau toko Belanda, yang menjual kecap manis. Dan ternyata, di New Minas, kota berjarak 9 km dari kota saya, ada Dutch-Canadian shop atau toko makanan milik orang Belanda yang sudah lama tinggal di Kanada. Di kota ini juga saya sering membeli sambal idaman saya. Di toko ini, saya menemukan kecap bermerek Ketjap Manis, buatan Belanda. Rasanya memang tidak seenak buatan Indonesia, tapi cukuplah untuk mengobati rindu. Ketika dapat kesempatan pulang ke Indonesia selama satu bulan, saya kembali dengan puluhan buah kecap manis berbentuk sachet.

Perkenalan saya dengan komunitas orang Indonesia di kota Halifax membuat saya menemukan dua toko Asia yang menjual bahan makanan Indonesia. Tak lama setelahnya, di kota tempat tinggal saya dibuka satu toko baru. Pete’s, nama toko itu, menjual barang-barang dari berbagai negara di dunia. Saya menemukan labu siam (chayote squash produk Amerika Serikat), kacang panjang, dan chili fingers alias cabai.

Yang paling mengejutkan, saya ketemu tempe produk asli Kanada, bermerek Henry’s Tempeh.

Temuan ini membuat saya tak perlu lagi menempuh jarak ratusan km untuk membeli bahan makanan. Walau begitu, tetap ada bahan yang tidak bisa ditemukan di Nova Scotia, seperti daun kangkung dan daun singkong, sayur favorit saya. Tiga tahun di Kanada, saya tak bisa menikmati sayuran ini. Kalau sedang masak rendang, pasangannya bukan sayur singkong, melainkan brokoli (teman saya bilang, ini masakan Padang versi North America). Untuk pecel atau gado-gado, daun kangkung diganti dengan daun kale. Dan, kalau mau bikin sambal goreng hati, berhubung hati ayam dan sapi tidak tersedia di toko dekat tempat tinggal saya, bahan ini saya ganti dengan daging giling. Saya bahkan pernah bereksperimen memasukkan kol ke dalam sambal goreng, sebagai pengganti kacang kapri. Rasanya tetap mirip dengan sambal goreng hati-rempela yang dibuat ibu saya, lho...

Seperti kata pepatah, “Tak ada rotan, akar pun jadi”.

Ketika bumbu atau bahan dari Indonesia terbatas, perlu kreativitas untuk mengganti yang tidak ada dengan bahan yang tersedia, sehingga hasilnya bisa mirip dengan aslinya.